Papiku seorang pengajar.

Papiku adalah seorang pembaca.

Papiku adalah orang pertama yang mengenalkan buku kepadaku.


Tinggal di pelosok Provinsi Sumatera Selatan, aku hidup di kaki Gunung Dempo yang dipenuhi tanaman teh. Pagi dan malam udara membuat tubuh kami menggigil. Aku tinggal di dusun kecil jarak satu hutan dengan kecamatan Muara Pinang.

Papiku dan Mamiku adalah kepala sekolah dan sekolahku adalah bangunan paling ujung dari dusun yang berbatasan langsung dengan hutan lebat, tapi kali ini aku tidak ingin bercerita tentang sekolahku dan kampungku, aku ingin membagikan cerita tentang kesukaan pertamaku pada buku.


One of the advantage of principal in that era is you could keep the book in your house if your school have no place for it.

Papi punya rak rahasia yang tidak boleh dipegang kecuali atas ijinnya. Rak rahasia papi berisi buku-buku sastra yang sangat bagus. Beberapa yang kuingat adalah Buku buku terbitan Balai Pustaka seperti Siti Nurbaya, Dendam Tak Sudah, Atheis, Dibawah Lindungan Ka'bah, Perempuan Di Sarang Penyamun, Sengsara Membawa Nikmat dan banyak lagi buku-buku yang sekarang seolah asing di telinga kita.


Ketika itu aku masih kelas empat, dan entah kenapa meskipun tidak pernah les dan belajar calistung atau lainnya meskipun tinggal di dusun, di pelosok yang jauh dari pembangunan aku bisa membaca dengan sangat lancar.

Papi melihat ketertarikanku dengan buku, akhirnya menawarkan sebuah perjanjian jika aku bisa menamatkan satu buku dalam satu hari aku boleh membaca buku Papi.

Aku bahagia dengan tawaran Papi.

Alhamdulillah setiap hari sepulang sekolah aku akan tak sabar membaca buku dari Papi.


Buku pertama yang kupilih adalah Atheis, buku dengan cover hitam tebal. Tapi Papi bilang jangan langsung yang berat. Aku memilih buku lainnya dan pilihanku jatuh pada Buku Sengsara Membawa Nikmat. Aku membaca buku sampai habis dan malamnya aku mengembalikan buku yang selesai kubaca. Papi tidak banyak bicara hanya bertanya apakah aku menyukai ceritanya, dan aku menjawab suka.


Aku masih giat membaca sampai akhirnya buku di rak rahasia Papi habis dan aku dikenalkan dengan buku-buku cerita anak SD dari mulai fabel sampai cerita pahlawan seperti Kisah Hang Tuah, Gadjah Mada dan lainnya.

Dari banyak buku yang kubaca, aku paling suka buku di rak rahasia Papi. Papi bilang itu adalah buku dengan kualitas terbaik karena ditulis oleh sastrawan hebat yang kelak akan selalu diingat dan dikenang. 


Aku sempat berdiskusi tentang buku Atheis, tapi Papi bilang aku masih terlalu kecil untuk mengerti. Tapi Papi selalu berkata, jangan berhenti membaca karena buku adalah jendela dunia. Mungkin karena kesukaanku yang besar dengan buku akhirnya Papi mengirim aku  ke sekolah yang menurutku aneh bagi anak dusun sepertiku.


Iya, lepas SD aku dikirim ke kabupaten dengan angkutan yang kupanggil taksi. Taksi adalah angkutan seperti angkot di Pulau Jawa.

Di sekolah ini, aku melanjutkan hobbyku membaca. Aku bersyukur Papi menyekolahkanku di sekolah ini. Di sekolah ini aku bisa menghabiskan banyak buku dan mengenal banyak pengarang hebat yang sampai sekarang masih menjadi idolaku.


Aku akan bercerita tentang masa SMP-ku yang luar biasa di cerita selanjutnya.

Terima kasih Papi, yang sudah mengenalkanku dengan buku, tidak melarangku untuk memegang buku-buku kesayangan Papi dan selalu memberikanku semangat yang untuk membaca dan terus membaca.


0 comments:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

www.penulistangguh.com. Diberdayakan oleh Blogger.