Mudik..

Lebaran..

Ya Makan ketupat dan opor rendang.

Tapi apa daya itu tidak berlaku untukku sebagai anak rantau.

Jika yang lain bisa mudik ke kampung halaman nun jauh disana, di tengah hutan rimba dan deretan rumah panggung yang berjejer rapi dengan suasana hangat naik turun tangga untuk saling mengunjungi dan menuntaskan silaturahmi.

Aku mudik ke desa tapi bukan untuk mencari kehangatan sambutan orang tua tapi lebih untuk menemani suami menuntaskan rindunya kepada kampung halamannya yg indah.

Bukan aku tak bersyukur dengan yang ada.

Di sini aku bisa wisata kuliner kemanapun selagi dompet cukup. Mencoba cita rasa pecel Ngawi, Soto Mbah Tunggak perbatasan wilayah Magetan dan Ngawi, sate gule kambing khas Ngawi yang dicampur dengan taburan sambal kacang dan kecap, tahu tepo, kripik tempe dan tentunya pemeran utamanya adalah ayam panggang ayam kampung, lagi-lagi di Magetan pinggiran yang tidak jauh dari kampung halaman suami.

Disini aku juga bisa healing gratis mengelilingi rumah tempat suamiku dibesarkan. Pohon Jati di belakang rumah, bisa kupakai untuk backgroud foto yang cantik. Ada banyak bangunan tua yang tampak estetik bagi mereka yang suka bergaya. "Selep" tua di halaman yang super luas di depan pendopo cantik juga menjadi tempat favorit untuk berpose. 

Alhamdulillah senang bisa mudik ke kota ini.

Silaturahiim dari Bulik satu ke bulik lain, ke Mbah, Budhe dan banyak kerabat yang tak bisa disebut satu persatu. 

Perlahan aku mulai jatuh cinta dengan rutinitasku mudik ke kampung suami meskipun yang kami tuju adalah rumah besar yang hanya berpenghuni bila lebaran tiba. Rumah yang banyak menyimpan kerinduan bagi suamiku, rumah yang banyak menyimpan kenangan manis.

Jika ada yang membuatku sedikit kesal disini itul adalah opor dan rendang. 

Aku berharap  ada yang menjamu atau menawarkan untuk makan rendang dan opor di rumahnya tapi sampai belasan kali aku mudik tak pernah terjadi. 

Aku membayangkan riuhnya lebaran di rumah panggung biruku nun jauh di pelosok Sumatera.

Aroma opor ayam sengan potongan nanas membuatku menelan ludah, potongan ayam yang tak pernah kecil, lontong buatan mami dan dilengkapi rendang malbi dan sambal goreng hati ampela dan pete duh nikmatnyaaaa.

Aku ingin sekali saja merasakan makan opor pada waktu lebaran tapi sampai sekarang belum terwujud.

Akun tak punya orang tua di kota ini, orang tua suamiku telah lama tiada dan ternyata di Jawa tradisi makan opor bukan pada saat lebaran melainkan seminggu setelah puasa Syawal.


Jadi ketika aku sudah arus balik ke Surabaya, barulah bulik paklik dan saudara sekampung memasak opor, membuat ketupat, sambal goreng hati dan rendang. 

Aaaah kenapa harus gitu.

Duh jadi kesal kalau ingat dan ngebayangin meja besar di ruang makan rumah panggung biruku yang dipenuhi masakan kesukaanku.

Kubayangkan Mami meladen tetamu yang datang  selesai sholat ied untuk makan satu hidangan di rumah yang mengundang. 

Opor nanas oh opor nanas..

See you next year at Eid Fitri

Bismillah..



4 komentar:

  1. Opor Nanas khas Palembang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, makanan kesukaan kalo lebaran, cita rasanya nggak ada yg bisa nyamain.

      Hapus
  2. Kota mana? Mudiknya

    BalasHapus

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

www.penulistangguh.com. Diberdayakan oleh Blogger.